Bibit x Avrist: Kemajuan Vaksin, Mampukah Pulihkan Pasar?

Kali ini Bibit berkolaborasi dengan Avrist Asset Management untuk membahas seputar isu vaksin yang ramai dibicarakan oleh para Investor. Bagaimana perkembangan vaksin saat ini dan seperti apa pengaruhnya ke keadaan pasar akan dibahas disini.

COVID-19 telah menyebar ke seluruh bagian dunia dengan cepat sehingga WHO menetapkan COVID-19 sebagai pandemi global pada 12 Maret 2020. Sejak saat itu, ilmuwan dari berbagai negara berusaha menemukan vaksin agar kehidupan masyarakat bisa kembali normal.

Coronavirus Vaccine Tracker.png

Hingga 16 Desember 2020, sudah terdapat dua vaksin yang mendapatkan izin untuk penggunaan secara masal. Kedua vaksin tersebut buatan Pfizer yang berkolaborasi dengan BioNTech serta Sputnik V. 

Selain itu, terdapat mitra vaksin asal Tiongkok yaitu Sinovac yang diekspektasikan untuk memiliki efektivitas di kisaran 90% dan pengulangan vaksinasi dengan jarak waktu 2 tahun. Vaksin ini sedang diuji coba di Bandung dengan 1620 relawan berusia 18-59 tahun sejak 11 Agustus 2020. Vaksin dua dosis ini cenderung lebih mudah untuk didistribusikan di Indonesia karena hanya membutuhkan suhu penyimpanan 2-8 derajat selsius. Saat ini, Sinovac memiliki kapasitas kemampuan produksi 600 juta dosis per tahun dan akan melakukan pengembangan untuk memproduksi 1 milyar dosis per tahun pada kuartal dua 2021. 

Dengan perkembangan vaksin dunia yang mulai menemukan titik terang, pemerintah Indonesia mulai memasang target untuk vaksinasi masal di Indonesia. Rencananya, pada  Januari 2021, hasil uji klinis Sinovac akan diserahkan kepada BPOM dan BPOM akan mengeluarkan izin emergency use pada minggu ketiga Januari 2021. Vaksin akan segera didistribusi pada minggu pertama Februari 2021 yang  akan melibatkan 107 juta masyarakat dengan usia 18-59 tahun. 

Upaya pemerintah tidak berhenti sampai situ saja, pemerintah juga diperkirakan menyisihkan Rp80 triliun pada anggaran fiskal untuk memberikan vaksinasi gratis. 

Kehadiran vaksin akan menjadi salah satu kunci menuju percepatan pemulihan ekonomi nasional maupun global. Pasalnya, pada saat berita ini mulai beredar, IHSG mengalami peningkatan cukup pesat. Investor sangat senang dengan berita baik vaksin karena diharapkan akan meningkatkan mobilitas masyarakat dan perekonomian dapat berangsur kembali ke level sebelum COVID-19.

JCI YTD as of 17 Dec.jpg

Perbaikan ekonomi dapat dilihat dari beberapa indikator seperti Purchasing Managerial Index Manufaktur (indeks pengukur perkembangan sektor manufaktur di Indonesia) yang sudah kembali berada diatas angka 50 (terjadi perkembangan jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya) dan indeks kepercayaan konsumen (mengukur optimisme atau pesimisme konsumen terhadap kondisi perekonomian suatu negara) yang sudah berangsur membaik. 

Tentu saja saat ini pasar sangat menunggu perkembangan terakhir hasil uji coba vaksin Sinovac beserta Bio Farma untuk memastikan tingkat efektivitas, keamanan serta kehalalan. Jika vaksin terbukti efektif, dan dukungan recovery ekonomi global, bisa saja naiknya harga komoditas serta implementasi program-program pemerintah akan mendorong pemulihan ekonomi nasional menjadi katalis yang akan mendorong pasar untuk kenaikan lebih lanjut. 

Untuk rekomendasi investasi, RD Saham tahun depan diprediksi mampu memberikan imbal hasil yang paling menarik. Secara valuasi dan juga capital inflow dari pasar global, diprediksi pasar saham akan mengalami bullish trend dan mampu memberikan peluang return diatas 12% hingga akhir 2021.

Untuk RD obligasi, melihat trend penurunan yield obligasi pemerintah 10 tahun yang saat ini berada di kisaran 6.11% dikombinasikan dengan inflasi yang rendah dan low interest rate environment, RD obligasi diprediksi mampu memberikan return positif rata-rata 8-10%. Terakhir, untuk RD pasar uang, dengan tren penurunan suku bunga, maka rata-rata return RD pasar uang akan mengalami penurunan dibandingkan tahun ini dengan rata-rata 5-5.5% untuk 2021.

Meskipun demikian, risiko akan selalu mengintai dan harus investor tetap berjaga - jaga. Risiko ini bisa berupa pemulihan ekonomi global yang terhambat, kembali melemahnya harga komoditas, program bantuan pemerintah yang tak maksimal eksekusinya, dan penambahan kasus COVID-19 yang lebih cepat dari distribusi vaksin. Untuk mengatasi resiko ini, investor bisa menggunakan strategi Dollar Cost Averaging, yaitu dengan berinvestasi secara rutin, sehingga menghindari investasi di harga terlalu tinggi.