Too Much Information di kalangan investor tak jarang membuat pengambilan keputusan saat investasi menjadi kurang efektif. Memang sih, seorang investor perlu mawas diri dan tanggap terhadap informasi yang terjadi di market. Namun terlalu banyak informasi tentu saja bisa membuat bingung.
Apa yang Sebaiknya Dilakukan?
Pertanyaan selanjutnya adalah apakah sebaiknya seorang investor tetap mendengarkan semua informasi tersebut atau menghindar dan bersikap bodo amat? Lantas, apakah salah menghindari segala informasi yang ada di luar sana?
Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, kita bisa belajar dari kejatuhan perbankan global. Kabar tentang kejatuhan Silicon Valley Bank (SVB) pada awal Maret memberikan sentimen negatif bagi saham perbankan secara global. Waktu itu, sentimen negatif berlanjut di mana pada pembukaan perdagangan Senin (13/3), harga saham sektor perbankan di indeks S&P 500 anjlok -6,99% dalam sehari. Sebagai perbandingan, indeks S&P 500 hanya mengalami koreksi tipis sebesar -0,15% pada hari yang sama.
Sentimen negatif tersebut terus berlanjut di mana kala itu sejumlah bank regional di AS tercatat mengalami penurunan harga saham mencapai puluhan persen, seperti saham First Republic (-61,83%), Western Alliance Bancorp (-47,06%), dan PacWest Bancorp (-21,05%). Saham bank besar AS juga terkoreksi, tetapi penurunannya lebih moderat di mana JP Morgan Chase & Co. turun -1,8%, Bank of America Corp. melemah -5,81%, dan Citigroup anjlok -7,45%. (Sources: Snips Stockbit 14 Maret 2023)
Apakah Ketika Kondisi Perbankan Jatuh, Kita Harus Jual Portofolio?
Tentu saja tidak! Sebab, bayangkan jika waktu itu kamu atas dasar keputusan emosional menjual semua saham yang kamu miliki. Padahal saat ini, saham JP Morgan Chase & Co dan Bank of America sudah mulai rebound. Oleh sebab itu, investor wajib berpikir secara objektif dan tetap menangkap peluang yang ada. Salah satu contohnya yakni dengan berinvestasi di instrumen yang lain seperti obligasi. Kenapa demikian?
Pertama, secara makro ekonomi, tidak ada kaitan antara kejatuhan perbankan global dengan kondisi ekonomi Indonesia. Malah ekonomi domestik tetap solid. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap kuat. Pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang 2022 tercatat 5.13% yang merupakan pertumbuhan ekonomi tertinggi sejak 2013. Bahkan, Menteri Keuangan Sri Mulyani optimistis pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I 2023 tumbuh di kisaran 5% hingga 5,3%.
Kedua, obligasi berada pada posisi yang cukup menarik di mana kenaikan suku bunga Bank Indonesia (BI) telah terbatas. Artinya, tekanan terhadap harga obligasi kian kecil. Nantinya ketika suku bunga BI dipangkas, maka disitulah reli harga obligasi dapat terjadi. Jadi, jika investor berpikiran pendek dan ikut takut dengan informasi yang ada tanpa menganalisis secara mendalam, maka disitulah kesempatan akan hilang.
Perhatikan grafik di bawah ini!
Berdasarkan gambar di atas, kenaikan harga saham berbanding terbalik dengan harga obligasi yang bisa dibeli dengan harga diskon. IHSG yang menunjukkan all time high justru pada saat yang sama investor bisa membeli obligasi dengan harga “murah”. Sehingga, jika kita sebagai investor hanya fokus pada ‘herding investing’, maka tentu obligasi akan dilupakan. Namun dalam hal ini investasi di sektor saham bukan berarti kurang tepat. Herding investing artinya, pengambilan keputusan investasi karena ikut-ikutan tren, bukan karena pengetahuan dan analisis mendalam yang dilakukan.
Sehingga based on keterangan di atas, obligasi berada pada posisi terbaik di kala tak ada seorang pun yang menganggap menarik. Sehingga tak menutup kemungkinan keputusan untuk cicil beli obligasi bisa mulai dilakukan.
Berikut Reksa Dana Obligasi di Bibit
Berdasarkan kedua produk di atas, pergerakan grafik reksa dana obligasi untuk rentang waktu 5 tahun terus bergerak naik dengan CAGR masing-masing sebesar 6,53% (ABF Indonesia Bond Fund Index) dan 5,75% (Manulife Obligasi Negara Indonesia). Meskipun ada waktu tertentu yang menunjukkan penurunan, namun pada akhirnya pergerakan grafiknya terus merangkak naik. Jadi jangan terpengaruh hanya karena pergerakan jangka pendek saja ya!
Kesimpulan:
Informasi dalam investasi memang penting, namun jangan sampai membuat kita mudah goyah. Fokus pada tujuan investasi , risk profile dan time horizon. Jangan enggan untuk melakukan analisis dan menelaah informasi yang diterima supaya tidak salah ambil keputusan
Tetap jeli melihat peluang di tengah kondisi market yang fluktuatif. Sebab, tidak menutup kemungkinan instrumen investasi yang lain seperti Reksa Dana Obligasi tetap atraktif di tengah kondisi pasar yang fluktuatif.
Writer: Tim Edukasi
Disclaimer: Konten dibuat untuk tujuan edukasi dan bukan merupakan rekomendasi untuk membeli/menjual reksa dana/produk tertentu.