Di tengah naiknya pasar global maupun domestik, ternyata akar masalah perekonomian masih jauh dari kata selesai. Penambahan kasus harian Covid-19 masih terus meninggi di beberapa negara besar. Menanggapi ini stimulus dari bank sentral juga terus bergulir untuk melawan kejatuhan ekonomi kembali.
Kenaikan Pasar Amerika Belum Bisa Meyakinkan
Meskipun ada kenaikan pada pasar saham Amerika di minggu – minggu lalu, namun kondisi ekonomi nyatanya tidak sebanding. Dikutip dari Bloomberg, penjualan retail bulan oktober tumbuh sebesar 0.3%, lebih rendah dari bulan sebelumnya. Ini menunjukan bahwa pembatasan sosial masih berlanjut, dan mungkin masih berlaku kedepannya ditengah penambahan kasus infeksi yang terus meninggi.
Melihat pemulihan ekonomi yang masih bergerak lambat, bank sentral Amerika berencana untuk menambah pembelian surat utang kembali untuk menjaga likuiditas di pasar. Likuiditas ini bertujuan agar masyarakat dan bisnis punya akses yang mudah terhadap kredit.
Sulit menebak sampai kapan kondisi yang lesu ini berlangsung. Meski, terdengar kabar kemajuan uji coba vaksin saat ini, namun membutuhkan waktu untuk penerapannya ke masyarakat. Apalagi, para ahli menyebut bahwa resiko tertular juga masih ada meski sudah divaksin.
Pelonggaran Moneter Terus Berlanjut
Ekonomi yang masih lesu, membuat beberapa bank sentral untuk terus melonggarkan kebijakan moneternya. Presiden bank sentral eropa Christine Lagarde, menjanjikan adanya paket stimulus moneter kembali untuk Eropa ditengah kasus Covid-19 yang terus menanjak. Para ekonom memprediksi kalau nilai stimulus bisa mencapai 592 Dollar Amerika.
Di Indonesia sendiri, Rapat Dewa Gubernur Bank Indonesia pada pekan lalu memutuskan untuk menurunkan suku bunga sebesar 0.25% kembali. Ini sejalan dengan ekspektasi inflasi BI tahun ini yang masih dibawah target 2 – 4% tahun ini, sebelum bisa normal kembali di tahun depan.
Pelonggaran moneter dari domestik maupun negara lainnya, memang cukup membantu ekonomi untuk bertahan melewati krisis akibat Covid-19. Namun, jangan sampai sentimen positif ini membuat kita terlalu optimis dengan kondisi pasar saat ini.
Neraca Indonesia Positif, Pertanda Baik?
Dilaporkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), neraca perdagangan Indonesia di bulan Oktober 2020 mengalami surplus sebesar 3,6 Miliar US Dollar. Tentu ini merupakan kabar yang baik karena neraca yang positif menandakan uang lebih banyak masuk ke dalam negeri.
Namun, bukan berarti ini menandakan ekonomi yang sudah pulih. Dikutip dari kontan, surplus neraca dagang ini bisa disebabkan oleh belum meningkatnya pembelian bahan baku dari luar negeri oleh produsen dalam negeri, akibat permintaan yang belum meningkat. Terlihat bahwa total impor Indonesia pada November hanya sebesar 10,7 miliar USD, jauh lebih rendah dibandingkan bulan Januari yang mencapai 14 miliar dollar.
Di sisi lain, pelemahan belanja usaha ini bukan satu – satunya. Realisasi belanja barang dan jasa pemerintah per November 2020 juga baru sebesar 26.8%. Ini bisa disebabkan oleh kondisi covid-19 yang masih menghambat kegiatan untuk merealisasi anggaran.