Berita kemenangan Donald Trump memicu kekhawatiran di berbagai emerging markets (negara berkembang), termasuk Indonesia. Dari pasar saham, IHSG mengalami penurunan harian sebesar -1,44% pada 6/11/24. Terpilihnya Trump memunculkan pertanyaan bagi investor: Apakah kepresidenan Trump merugikan bagi negara berkembang seperti Indonesia? Atau koreksi pasar justru memberi peluang bagi investor?
Untuk mendapatkan insights lebih dalam mengenai topik ini, tim Analyst Bibit menghadiri acara Market Outlook yang diselenggarakan oleh Grow Investments. Salah satu topik yang dibahas adalah kondisi makro global dan pemilu AS, yang dipimpin oleh Robert St. Clair, Investment Strategist dari Fullerton. Grow Investments melalui Yenwy Wongso, President Director Grow Investments, dan Andy Rachman, Senior Fixed Income Portfolio Manager, juga memberikan outlook khusus kondisi makro Indonesia.
Fullerton — yang merupakan shareholder pengendali dari Grow Investments — adalah perusahaan manajemen investasi global yang berbasis di Singapura dan merupakan bagian dari Seviora. Seviora sendiri merupakan perusahaan induk yang dimiliki oleh Temasek Holdings, entitas investasi global milik pemerintah Singapura.
Apakah Terpilihnya Trump Berimbas Negatif ke Emerging Markets Seperti Indonesia?
1. Rate Cuts Narrative will Continue
Fullerton menilai bahwa siklus penurunan suku bunga AS akan terus berlanjut dan berpotensi berimbas positif pada Indonesia. Kenapa menurut Fullerton penurunan suku bunga akan berlanjut?
Hal ini didukung data inflasi AS yang melandai menuju target 2% dan unemployment rate di AS yang telah meningkat. Menurut Fullerton, keadaan saat ini tergolong sebagai ‘Goldilocks Economy’, yang merupakan keadaan di mana ekonomi masih bertumbuh sehingga tidak menyebabkan resesi, namun di level yang tidak terlalu tinggi, sehingga inflasi tetap terjaga.
Fullerton melihat adanya indikasi pemangkasan suku bunga AS hingga 100 bps (~4 kali), menurun ke level 3,4% pada akhir 2025.
Fullerton berpandangan bahwa tren ini, bersamaan dengan pemangkasan suku bunga yang disiplin, dapat mengarahkan AS mencapai beautiful landing, yaitu keadaan di mana inflasi AS melandai sesuai target dan pertumbuhan ekonomi tetap terjaga.
2. Fundamentals Matter More Than Who is the President
Berdasarkan observasi Fullerton, pergerakan market lebih bergantung pada fundamental perekonomian AS, bukan siapa presiden yang baru terpilih. Ini karena adanya perbedaan kebijakan yang dijanjikan saat pencalonan dengan eksekusi/implementasinya.
Menilik data beberapa tahun ke belakang, partai atau presiden yang terpilih tidak berkorelasi dengan kinerja market AS pada tahun pemilu tersebut. Sebagai contoh, pada dua pemilu AS ke belakang, baik saat Trump menang (2016) maupun Biden menang (2020), S&P 500 tetap mencatatkan one-year return positif.
IHSG Dalam Jangka Panjang Meningkat, Terlepas dari Volatilitas di Awal Presiden AS Baru
Bagaimana dampak kebijakan tarif impor Trump terhadap narasi penurunan suku bunga?
Fullerton mengatakan bahwa investor tidak perlu terlalu mengkhawatirkan dampak peningkatan tarif terhadap pertumbuhan ekonomi maupun inflasi AS. Hal ini karena dari inflasi PCE AS yang rata-ratanya adalah 2,1%, hanya sebesar 0,4 percentage points yang berasal dari goods, dan hanya 0.07 percentage point yang berasal dari impor.
3. Indonesia Market’s Performance Post US Election: Positive
Untuk pasar Indonesia, Grow berpendapat bahwa siapapun pemenang pilpres AS, IHSG tetap menunjukkan tren peningkatan dalam jangka panjang.
Kilas balik, pasca kemenangan Trump pada pemilu AS 2016, meskipun ada koreksi pada IHSG di minggu-minggu awal karena penguatan DXY (US Dollar Index), namun pada akhirnya IHSG berkinerja baik dan melanjutkan uptrend-nya.
IHSG Dalam Jangka Panjang Meningkat, Terlepas dari Volatilitas di Awal Presiden AS Baru
Summary: What’s Coming for Developing Markets and Emerging Markets?
Bullish on DMs (Developing Markets), Led by the US
Fullerton memperkirakan bahwa AS dapat mencapai 'beautiful landing’.
Tercapainya beautiful landing ini didukung oleh melandainya inflasi, terjaganya pertumbuhan ekonomi, dan berlanjutnya rate cut AS dengan target rate 3,4% di akhir 2025.
Bullish on EMs (Emerging Markets), Especially Asia
Fullerton menilai stimulus yang dirilis China berpotensi meningkatkan likuiditas dan mampu mendongkrak kinerja pasar sahamnya.
Indonesia juga diperkirakan oleh Fullerton dan Grow menjadi beneficiary dari peningkatan demand dari China dan AS, yang secara total berkontribusi ~33% pada perdagangan internasional Indonesia.
Equities and Bonds can Perform Well
Grow mengatakan bahwa kinerja dari saham dan obligasi diekspektasikan baik, dengan kinerja saham meningkat, didukung oleh masih adanya ruang pertumbuhan ekonomi secara global.
Sementara itu, bonds (obligasi) akan diuntungkan dari penurunan suku bunga global. Eksposur pada obligasi juga dinilai baik sebagai hedge (lindung nilai) terhadap risiko geopolitik atau shock ekonomi.
Investment Strategies for Exposure: Take Full Advantage While Navigating Risks
Beberapa produk yang dapat Anda pertimbangkan:
Reksadana Saham: Grow Saham Indonesia Plus Kelas O – memiliki offshore exposure (investasi di saham luar negeri) hingga 15% dari NAB, dengan exposure terakhir sebesar 9%, sehingga masih memiliki peluang untuk memanfaatkan kondisi market AS yang diperkirakan membaik.
Reksadana Obligasi: Grow Obligasi Optima Dinamis Kelas O — menjaga portofolio terhadap potensi volatilitas & mendapatkan keuntungan pada siklus penurunan suku bunga.
Disclaimer: Konten ini hanya dibuat untuk tujuan edukasi dan bukan rekomendasi untuk beli/jual produk investasi tertentu.