Indonesia: Foreign Outflows and Weak Inflation
Indonesia mencatatkan foreign outflow saham senilai Rp9,6 triliun selama Oktober, menandai foreign outflow saham bulanan pertama sejak Juni 2024.
Foreign outflow terjadi seiring dengan stimulus moneter China, ketidakpastian seputar pemilu AS, dan pelemahan rupiah terhadap dolar AS sebesar -3,27% sejak awal Oktober ke level 15.697.
Pasar saham juga berfokus pada earnings season 9M24. Berikut adalah kinerja laba bersih 9M24 dari beberapa perusahaan: $BBCA (+13% YoY), $BBRI (+2% YoY), $BMRI (+8% YoY), $BBNI (+4% YoY).
Adapun BPS mencatat bahwa inflasi indeks harga konsumen (IHK) Indonesia melandai ke level 1,71% pada Oktober 2024 (vs. September 2024: inflasi 1,84% YoY), terendah sejak Oktober 2021.
Sementara itu, Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur di Indonesia tercatat mencapai 49,2 pada Oktober 2024, stabil dalam 2 bulan beruntun dan menandai kontraksi selama 4 bulan beruntun.
US: Weak Jobs Data Raises Rate Cut Expectations
Nonfarm payroll (NFP) AS tercatat sebesar +12.000 pada Oktober (vs. September: +223.000), jauh lebih rendah daripada ekspektasi ekonom (+130.000) dari survei Reuters, menandai pertumbuhan terendah sejak Desember 2020.
PMI manufaktur AS pada Oktober turun ke level 46,5 (vs. September 2024: 47,2), terendah sejak Juli 2023, menandai kontraksi sektor manufaktur selama tujuh bulan berturut-turut.
Selain data ekonomi yang melemah tersebut, fluktuasi pasar AS juga didorong oleh dinamika pemilihan presiden (pilpres) yang berlangsung pada 5 November.
Menanggapi data ini, pasar mengekspektasikan pemangkasan suku bunga Fed -75 bps hingga akhir 2024 dengan probabilitas pemangkasan -50 bps pada November sebesar 97,5% dilanjutkan dengan -25 bps pada Desember dengan probabilitas 68,6% (CME FedWatch Tool per 6 November 2024).
What’s The Impact?
Rendahnya inflasi dan PMI manufaktur di Indonesia dapat menjadi indikasi stagnasi perekonomian Indonesia. Hal ini membuka ruang untuk pemangkasan suku bunga.
Meskipun demikian, volatilitas nilai tukar mata uang dapat menjadi pertimbangan BI untuk menunda pemangkasan. Konsensus Bloomberg mengekspektasikan pemangkasan suku bunga BI sebanyak 25 bps hingga akhir 2024.
Sementara itu, data ketenagakerjaan AS dan PMI manufaktur yang rendah di AS meningkatkan probabilitas pemangkasan suku bunga The Fed.
Perekonomian yang lemah di Indonesia dan AS, disertai ketidakpastian seputar Pilpres AS, menimbulkan volatilitas di pasar. Hal ini menyebabkan peningkatan bond yield 10Y AS +50bps MoM dan bond yield 10Y Indonesia +34 bps MoM.
Alternatif Investasi di Kondisi Pasar Saat Ini
Securing short-term safety
Investor dapat mengunci yield pada Obligasi FR short-term, seperti pada PBS032 (2 tahun) dan PBS036 (<1 tahun). Obligasi FR masih menawarkan imbal hasil yang cukup tinggi dengan risiko volatilitas lebih rendah dibandingkan obligasi long-term.
Selain itu, investor dapat mempertimbangkan SBN Retail syariah Sukuk Tabungan (ST013) yang sudah bisa dibeli mulai 8 November- 4 Desember 2024 dengan imbal hasil floating with floor. Ada 2 pilihan tipe ST013:
ST013-T2: Tenor 2 tahun, kupon floating with floor minimal 6,40% per tahun.
ST013-T4: Tenor 4 tahun, kupon floating with floor minimal 6,50% per tahun.
Writer: Bibit Investment Research Team
Disclaimer: Konten ini hanya dibuat untuk tujuan edukasi dan bukan rekomendasi untuk beli/jual produk investasi tertentu.
Market Update
Pada Oktober 2024, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) naik +0,61% MoM dengan aliran dana keluar dari investor asing mencapai Rp9,6 triliun.
Di sisi lain, Indeks Obligasi Pemerintah Indonesia (IBPA Total Return) tercatat turun -0,99% MoM disertai oleh inflow dana asing sebesar Rp16,6 triliun.
10-Yr Indonesia Government Bond Yield berada di level 6,79%, naik +34 bps dari 6,45% pada Agustus 2024.
5-Yr Indonesia Government Bond Yield berada di level 6,68%, naik +49 bps dari 6,18% pada Agustus 2024.
1-Yr Indonesia Government Bond Yield berada di level 6,56%, naik +37 bps dari 6,19% pada Agustus 2024.
Rata-rata bunga deposito perbankan Indonesia (TD Rate 12M) berada di level 4,08%, naik +5 bps dari 4,03% pada September 2024.
IHSG ditutup di level 7.574 pada Oktober 2024, naik +0,61% MoM dan +12,2% YoY
Sektor yang mencatatkan kenaikan tertinggi adalah properti (+5,5% MoM), sedangkan yang mengalami penurunan terdalam adalah infrastruktur (-2,5% MoM).
Di level ini, IHSG memiliki Forward P/E Ratio sebesar 13,4x.