Saat berinvestasi di instrumen obligasi atau surat utang, hasil keuntungan dapat diperoleh dari kupon yang dibayarkan secara berkala dan adanya potensi capital gain. Potensi capital gain terjadi jika kamu dapat menjual obligasi lebih tinggi dari harga beli. Salah satu obligasi yang bisa diperjualbelikan di pasar sekunder adalah Surat Berharga Negara (SBN) jenis Obligasi Negara Ritel (ORI) atau Sukuk Ritel (SR).
Tapi sebenarnya, apa yang penyebab naik-turunnya harga obligasi saat diperjualbelikan di pasar sekunder? Pada dasarnya, salah satu faktor yang menyebabkan harga obligasi adalah ekspektasi investor terhadap suku bunga. Singkatnya, harga obligasi akan mengalami penurunan jika ekspektasi investor terhadap suku bunga naik. Sebaliknya, harga obligasi akan naik jika ekspektasi investor terhadap suku bunga turun.
Lalu yang menjadi pertanyaan selanjutnya adalah, apa yang membuat ekspektasi pasar terhadap suku bunga bisa naik atau turun? Jawabannya adalah berbagai macam faktor makro ekonomi, misalnya seperti tingkat inflasi atau kenaikan harga barang dan jasa, ekspektasi pertumbuhan produk domestik bruto (GDP) suatu negara, nilai suku bunga di luar negeri, kebijakan pemerintah, dan masih banyak faktor lainnya.
Salah satu contohnya adalah saat tingkat inflasi naik, ekspektasi investor terhadap suku bunga biasanya akan cenderung naik sehingga membuat harga obligasi turun. Seperti berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada awal Juli lalu, inflasi di Indonesia mencapai 4,35% year on year (yoy) pada Juni 2022. Ini menjadi level inflasi tahunan tertinggi sejak Juni 2017.
Di sisi lain, pemerintah memang belum menaikkan suku bunga acuan alias masih mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 3,50%. Namun karena investor berekspektasi suku bunga akan naik di masa depan, membuat harga indeks obligasi atau Indonesia Composite Bond Index (ICBI) jadi sempat turun di bulan Juli 2022 seperti gambar berikut.
Sebaliknya, ketika tingkat ekspektasi investor terhadap suku bunga turun, harga obligasi justru akan cenderung naik. Misalnya, kamu berinvestasi di SBN dengan nilai kupon 4,95%. Lalu investor berekspektasi suku bunga acuan akan turun hingga 3% karena ternyata tingkat inflasi rendah. Hal ini membuat SBN tersebut terlihat lebih menarik di mata investor, karena nilai kupon yang tinggi dibandingkan suku bunga acuan, sehingga mendorong harga SBN jadi naik.
Kesimpulannya, ekspektasi suku bunga dan obligasi memiliki hubungan yang bersifat terbalik. Jika ekspektasi suku bunga acuan akan naik, maka harga obligasi biasanya akan turun. Sebaliknya jika ekspektasi suku bunga acuan akan turun, harga obligasi biasanya akan naik. Sedangkan ekspektasi naik atau turunnya suku bunga dipengaruhi oleh berbagai macam faktor makro ekonomi, salah satunya inflasi.
Nah, sekarang kamu semakin paham tentang alasan harga obligasi naik atau turun saat diperjualbelikan di pasar sekunder, kan? Tapi kamu tidak perlu khawatir dengan adanya naik-turunnya harga obligasi ini selama kamu tidak menjual (hold) aset obligasimu hingga masa jatuh tempo. Jadi kamu bisa terus memperoleh kupon secara berkala dan menerima kembali 100% pokok investasimu di SBN saat jatuh tempo.