Kondisi perekonomian global berubah setiap saat, termasuk kondisi yang ada di Indonesia. Berbagai faktor menjadi penyebab, perang dagang antara Amerika dan China yang pernah terjadi pada 2018 lalu, pandemi pada Maret 2020 yang menyebabkan inflasi, perang antara Ukraina dan Rusia, sampai yang terbaru adalah soal kabar resesi tahun depan.
Pertanyaan selanjutnya, sebenarnya apa sih pengaruh dari kondisi tersebut terhadap investasi khususnya di reksa dana? Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, kita flashback dulu kondisi yang terjadi selama 5 tahun ke belakang.
Kondisi Ekonomi 2017 sampai 2022
2018 perang dagang Amerika China yang berlanjut bahkan sampai 2020. Indonesia terkena dampaknya antara lain ekspor tertekan, hingga mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Kemudian Maret 2020 disusul pandemi covid-19 yang mengakibatkan resesi sehingga berimbas pada pertumbuhan ekonomi yang melandai.
Akibat perang dagang Amerika dan China, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II 2019 mencapai 5,05% (yoy). Angka tersebut melambat dibandingkan kuartal yang sama tahun sebelumnya yakni 5,27 persen (yoy).
Pandemi belum berakhir, pada Februari tahun ini berlanjut konflik geopolitik antara Rusia-Ukraina yang dampaknya nggak hanya bagi ekonomi global, tapi juga Indonesia. Soalnya, perang yang terjadi pada awal 2022 ini berimbas pada kenaikan harga energi, komoditas, hingga pangan.
Yang terbaru adalah isu resesi global yang diproyeksi terjadi pada 2023. Meskipun Indonesia memiliki ketahanan ekonomi yang cukup baik dibanding negara lain. Salah satu buktinya adalah angka inflasi Indonesia pada September sebesar 5,95%. Angka tersebut termasuk rendah dibanding negara lain yang inflasinya sudah lebih dari 8% bahkan double digit.
Bagaimana dengan investasi?
Setelah melihat rangkaian kejadian selama lima tahun ke belakang, tentunya kita bertanya-tanya. Bagaimana jika seorang investor misalnya kamu berinvestasi reksa dana di tengah kondisi tersebut? Berikut adalah jawaban jika kamu memutuskan berinvestasi di Reksa Dana Pasar Uang (RDPU).
Investasi RDPU untuk Jangka Panjang 5 Tahun
Di bawah ini adalah grafik Top 3 RDPU di aplikasi Bibit kesayangan kamu. Terlihat ketiga grafik menunjukkan kenaikan untuk investasi selama 5 tahun di tengah ketidakpastian ekonomi.
Berapa rata-rata return yang didapatkan jika investasi di RDPU selama 5 tahun?
Jika kamu menerapkan strategi Dollar Cost Averaging (DCA) alias nabung rutin di RDPU selama 5 tahun tersebut, maka hasil investasi kamu akan seperti di bawah ini!
Seperti kamu lihat di atas, jika mulai September 2017 kamu nabung rutin sebanyak Rp500 ribu setiap bulan, maka pada tahun ke-5 atau pada September 2022 jumlah investasi kamu akan tumbuh 10,64% menjadi Rp 33,1 juta.
Menariknya dari investasi di RDPU adalah, meskipun dalam kurun waktu 5 tahun belakangan banyak kondisi ekonomi yang mempengaruhi market, namun nyatanya investasi di RDPU tumbuh konsisten setiap tahun. Alasannya karena aset RDPU ditempatkan pada instrumen pasar uang seperti surat berharga yang jatuh temponya di bawah setahun sehingga pergerakannya cenderung stabil.
Kesimpulannya adalah RDPU biasanya memang disarankan untuk tujuan investasi jangka pendek sampai dengan satu tahun. Namun, jika profil risiko kamu konservatif alias cenderung menghindari risiko atau takut akan kemungkinan portofolio investasi kamu merah, maka RDPU bisa menjadi pilihan. Tentunya, kamu harus konsisten dan menerapkan strategi DCA atau nabung rutin untuk mencapai tujuan keuangan kamu secara maksimal.
Kalau sudah dapat jawaban soal investasi di RDPU dalam jangka panjang, berikutnya adalah pembahasan investasi di Reksa Dana Obligasi (RDO) yang juga dalam jangka panjang. Tapi sabar dulu, karena pembahasan lebih mendalam mengenai hal ini akan diulas minggu depan. Sambil nunggu ulasan minggu depan, gimana kalau kamu mulai set-up nabung rutin di RDPU untuk tujuan keuangan kamu.