Tak terasa paruh pertama di 2023 segera berakhir. Sebagai investor, tentu kita perlu mengamati kondisi perekonomian Indonesia karena juga berpengaruh terhadap portofolio investasi.
Lalu, bagaimana hasil dari rapor ekonomi Indonesia dari berbagai indikator di semester pertama 2023 ini? Apakah iklim investasi di Indonesia masih menarik? Simak penjelasannya di sini.
Berapa Tingkat Pertumbuhan Ekonomi Indonesia?
Pada kuartal I/2023, Indonesia mencatatkan pertumbuhan ekonomi +5,03% YoY, yang menandai pertumbuhan selama 8 kuartal berturut-turut.
Seluruh komponen pengeluaran bertumbuh, seperti: konsumsi rumah tangga (+4,54% YoY) dan konsumsi pemerintah (+3,99% YoY).
Dari sisi produksi, semua kategori lapangan usaha juga tumbuh, di mana transportasi dan pergudangan menjadi sektor dengan pertumbuhan tertinggi (+15,93% YoY).
Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal 1/2023 lebih tinggi dari beberapa negara ekonomi besar seperti Amerika Serikat (+1,6% YoY), Uni Eropa (+1% YoY), dan China (+4,5% YoY).
Bagaimana dengan Tingkat Inflasi?
BPS mencatat inflasi Indonesia sebesar 4% YoY pada Mei 2023 (April 2023: 4,33% YoY), yang menjadi level terendah dalam 1 tahun terakhir.
Realisasi Mei 2023 sekaligus menandakan kembalinya inflasi ke dalam rentang target Bank Indonesia (BI) di kisaran 2%–4%.
Secara tahunan, dua kelompok pengeluaran yang memberikan andil terbesar inflasi adalah transportasi (1,29%) serta makanan, minuman, dan tembakau (1,13%).
Sementara itu, inflasi inti tercatat sebesar 2,66% YoY pada Mei 2023 (vs. April 2023: 2,83% YoY), terendah dalam 11 bulan terakhir.
Dengan inflasi yang makin melandai, pada bulan Juni 2023, BI kembali menahan suku bunga acuan BI7DRR di level 5,75% untuk kelima kalinya secara berturut-turut.
Apakah Neraca Perdagangan Indonesia Masih Surplus?
Pada Mei 2023, Indonesia mencatatkan surplus neraca perdagangan sebesar 0,44 miliar dolar AS. Dengan begitu, Indonesia telah mencatatkan surplus neraca perdagangan selama 37 bulan berturut-turut.
Secara year-to-date, surplus neraca perdagangan mencapai US$16,5 miliar.
Namun, baik nilai ekspor maupun impor mengalami penurunan selama Januari hingga Mei 2023. Ekspor tercatat sebesar 108,6 miliar dolar AS (-6,01% YoY), sementara impor pada periode tersebut sebesar 91,58 miliar dolar AS (-3,78% YoY).
Bagaimana dengan Nilai Tukar Mata Uang Rupiah?
Berdasarkan kurs JISDOR Bank Indonesia, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS berada pada posisi Rp14.998 per dolar AS pada 23 Juni 2023, atau menguat +3,8% sejak awal tahun (YTD).
Performa rupiah ini lebih baik jika dibandingkan dengan kinerja dolar AS. Indeks DXY (indeks yang menunjukkan pergerakan dolar AS terhadap 6 mata uang negara utama lainnya), berada di level 103,02 atau telah turun -0,58% secara YTD.
Posisi cadangan devisa Indonesia per Mei 2023 tercatat sebesar US$139,3 miliar (April 2023: US$144,2 miliar). Meski menurun, angka ini terbilang cukup tinggi karena masih setara dengan 6,1 bulan impor, serta di atas standar kecukupan internasional yang sebesar 3 bulan impor.
Kesimpulan
Menjelang berakhirnya paruh pertama tahun 2023 ini, fundamental ekonomi Indonesia masih menunjukkan posisi yang kuat. Hal ini tercermin dari berbagai indikator, seperti:
Pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dari negara-negara besar
Inflasi yang melandai
Neraca perdagangan yang terus mencatatkan surplus
Nilai tukar rupiah yang menguat
Jadi, tak perlu ragu untuk tingkatkan terus nilai investasi kamu di Bibit. Salah satu aset investasi yang bisa dipertimbangkan adalah Reksa Dana Obligasi.
Berikut ini beberapa pilihan produk Reksa Dana Obligasi di Bibit.
Upgrade ke Bibit Plus sekarang untuk merasakan pengalaman baru dalam investasi. Di Bibit Plus, terdapat lebih banyak pilihan aset investasi mulai dari reksa dana, SBN, Obligasi FR, hingga saham!
Writer: Investment Research Team
Disclaimer: Konten dibuat untuk tujuan edukasi dan bukan merupakan rekomendasi untuk membeli/menjual reksa dana/produk tertentu.