Reksa Dana Obligasi (RDO) sering kali menjadi pilihan untuk investasi jangka menengah, yaitu dari 2 hingga 5 tahun. RDO atau dikenal juga sebagai Reksa Dana Pendapatan Tetap (RDPT) mengalokasikan asetnya minimal 80% pada efek bersifat utang atau obligasi.
Dari banyaknya produk RDO yang ada, tentu sebagai investor kita juga harus cermat dalam memilihnya masuk ke portofolio investasi. Salah satu indikator yang kerap digunakan saat memilih produk RDO adalah return atau imbal hasil.
Di aplikasi Bibit, kamu bisa melihat dan mengurutkan produk RDO dari segi return mulai dari satu bulan, tiga bulan, satu tahun, year to date (ytd), tiga tahun, hingga lima tahun.
Berikut top produk Reksa Dana Obligasi dengan return tertinggi dalam 5 tahun terakhir.
Danamas Stabil dengan return 39% selama lima tahun (CAGR 6,8%)
Manulife Obligasi Unggulan Kelas A dengan return 37% selama lima tahun (CAGR 6,6%)
Dan sebagai gambaran, ini adalah grafik kinerja kedua produk reksa dana dengan benchmark Indeks Obligasi Komposit (Indonesia Composite Bond Index/ICBI) dengan fitur Bandingkan di Aplikasi Bibit. ICBI merupakan indeks yang mengukur keseluruhan obligasi pemerintah maupun obligasi korporasi di Indonesia.
Lalu kenapa Danamas Stabil dan Manulife Obligasi Unggulan Kelas A bisa menjadi top reksa dana obligasi dari segi return selama 5 tahun? Mari kita lihat lebih dekat komposisi kedua produk ini!
Danamas Stabil
Jika dilihat dari Fund Fact Sheet (FFS) selama 5 tahun terakhir (2018-2022), Danamas Stabil secara konsisten menempatkan mayoritas asetnya di Obligasi Korporasi. Melansir data FFS Desember 2022, Top Holdings aset Danamas Stabil didominasi oleh obligasi korporasi (>80%) dan obligasi pemerintah (<5%) sedangkan sisanya sekitar 17% ditempatkan di instrumen pasar uang dan (atau) Efek Beragun Aset (EBA) dan atau efek ekuitas.
Jika dilihat, pergerakan harga produk RDO Danamas Stabil memang tidak terlalu fluktuatif. Ini karena obligasi korporasi memiliki pergerakan harga yang cenderung lebih stabil sejalan dengan rendahnya permintaan dan penawaran obligasi korporasi di pasar sekunder.
Namun kita juga perlu memperhatikan risiko investasi obligasi korporasi, yaitu risiko gagal bayar yang relatif tinggi dibandingkan obligasi pemerintah. Sebab obligasi korporasi diterbitkan oleh perusahaan, di mana kemampuan bayarnya sangat ditentukan oleh kelangsungan usaha/bisnis dari perusahaan itu sendiri.
Tingkat risiko gagal bayar obligasi korporasi bisa diukur melalui peringkat kredit (credit rating). Ini merupakan peringkat yang diberikan oleh lembaga profesional kepada obligasi untuk memperlihatkan kualitas kreditnya sekaligus kemampuan bayarnya. Ada empat lembaga pemeringkat yang diakui oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yaitu: Fitch Ratings Indonesia, Moody’s Investor Service, Standard and Poor’s, dan PT Pefindo.
Manulife Obligasi Unggulan Kelas A (MOU Kelas A)
Dalam lima tahun terakhir (2018-2022), komposisi aset dari MOU Kelas A merupakan kombinasi antara obligasi pemerintah dan obligasi korporasi. Misalnya berdasarkan FFS Desember 2018, isi portofolio MOU Kelas A adalah 58,25% di obligasi pemerintah dan 38,05% di obligasi korporasi serta sisanya di pasar uang.
Lalu FFS per Desember 2022, isi portofolio MOU Kelas A masih senada yakni 53,28% di obligasi pemerintah dan 42,50% di obligasi korporasi dengan Top Holdings sebagai berikut:
Dari Top Holdings tersebut, terlihat lebih jelas beberapa obligasi pemerintah dalam portofolionya seperti:
Sedangkan untuk obligasi korporasi, MOU Kelas A menempatkannya di MEDCIJ 9.3 02/20/25 (Medco Energi), SMRAIJ 9 1/2 10/15/24 (Summarecon Agung), TPIAIJ 8.8 03/08/32 (Chandra Asri Petrochemical) sebagai aset obligasi korporasi.
Karena ada obligasi pemerintah di dalam portofolio MOU Kelas A, maka pergerakannya pun cenderung fluktuatif. Ini karena obligasi pemerintah memiliki permintaan-penawaran yang lebih besar di pasar sekunder, sehingga menjadi lebih likuid dibandingkan obligasi korporasi dan membuat harganya bergerak fluktuatif.
Di sisi lain, obligasi pemerintah juga memiliki risiko gagal bayar lebih rendah. Ini karena obligasi pemerintah pada dasarnya dijamin negara melalui undang-undang.
Pertimbangkan Indikator Lain dan Data Historis Jangka Panjang
Biasanya, banyak orang yang melihat return produk reksa dana dalam jangka waktu satu tahun. Tapi idealnya, perlu juga diperhatikan indikator return dalam jangka panjang mulai dari tiga sampai lima tahun. Hal ini bertujuan melihat konsistensi manajer investasi dalam mencetak performa reksa dana. Karena dalam investasi, konsistensi menjadi kunci utama pertumbuhan aset.
Baca Juga: Kupas Tuntas Reksa Dana Obligasi, di Sini!
Tak hanya return, indikator lain yang bisa kamu pertimbangkan saat memilih reksa dana adalah maximal drawdown, total Asset Under Management (AUM), dan expense ratio. Biar makin yakin, kamu bisa cek Fund Fact Sheet dan komposisi Top Holdings ya!
Terakhir, sesuaikan juga pilihan reksa danamu dengan profil risiko dan tujuan keuangan. Yuk lanjutin terus kebiasaan baik untuk investasi agar impianmu terwujud di masa depan!
Writer: Tim Edukasi