Ada banyak strategi investasi yang bisa diterapkan untuk meraih keuntungan. Salah satu yang paling dikenal yaitu value investing.
Strategi ini ditemukan oleh Benjamin Graham, seorang tokoh yang dianggap sebagai “Bapak Value Investing”. Sederhananya, value investing merupakan strategi investasi untuk menemukan saham perusahaan dengan harga di bawah nilai intrinsiknya (undervalued stock).
Menariknya, value investing dikembangkan lebih jauh oleh Warren Buffet. Hasilnya ada yang tahu? Ia menjadi salah satu orang terkaya dunia.
Strategi value investing oleh pendiri Berkshire Hathaway Inc, perusahaan investasi dan keuangan terbesar di Amerika Serikat (AS) ini fokus pada pentingnya value sebuah perusahaan.
Menurutnya, seperti dilansir CNBC Indonesia, sebelum memutuskan membeli saham “murah”, seorang investor wajib mengetahui kondisi keuangan, kualitas manajemen, pergerakan saham, hingga strategi bisnis perusahaan.
Dengan kata lain, membeli saham semata karena harganya yang rendah bukan strategi utama value investing. Melainkan seorang investor harus memastikan perusahaan yang sahamnya akan dibeli itu sehat secara fundamental.
Menerapkan Strategi Value Investing pada Reksadana
Meski dianggap lebih populer sebagai strategi investasi pada saham, sejatinya value investing dapat diterapkan pada investasi apapun termasuk reksadana. Contoh paling relevan adalah reksadana saham.
Seperti sudah kita ketahui, reksadana saham ialah produk investasi yang menempatkan dana investor (minimal 80%) pada efek-efek saham. Karena itu, sama dengan saham, reksadana ini pun umumnya mengalami gejolak nilai sehingga berisiko tinggi.
Namun, tidak perlu khawatir sebab ungkapan risiko besar rezeki besar pun berlaku untuk reksadana saham yang berpotensi untung besar. Lantas, bagaimana menerapkan strategi value investing untuk reksadana?
Pilih Manajer Investasi Terbaik
Sama halnya dengan memilih perusahaan dengan fundamental baik di investasi saham, memilih produk reksadana pun harus dari manajer investasi yang kredibel dan berpengalaman.
Selain itu, jangan lupakan juga agen penjual reksadana (APERD) yang kamu jadikan andalan buat investasi reksadana!
Pastikan ia sudah berizin dan terdaftar OJK (Otoritas Jasa Keuangan) seperti Bibit.
Kombinasi antara manajer investasi, produk reksadana, dan APERD yang terbaik akan membuat investasi reksadana saham semakin cuan.
Beli Saat “Diskon”
Reksadana saham umumnya mengalami pasang surut. Ketika turun, kamu bisa dapat harga “diskon” atau memperoleh unit reksadana dengan harga yang lebih murah. Saat menghadapi kondisi ini, kamu bisa melakukan dua strategi.
Tetap rutin melakukan pembelian (DCA) sehingga investor bisa mendapatkan unit reksadana di harga yang lebih murah
Beli dengan porsi yang lebih besar daripada nominal rutin DCA. Namun, perlu diingat bahwa strategi investasi ini memiliki risiko yang relatif lebih tinggi sehingga investor harus mengukur profil risiko dan kapabilitas dana yang dimiliki.
Untuk seorang pemula, metode membeli reksadana saham saat turun mungkin berisiko. Namun, bila kinerja reksadana tersebut memang bagus, tak ada salahnya melakukan cara ini.
Untuk mengetahui kinerja sebuah reksadana saham cukup mudah. Di Bibit, hal ini bisa kamu lakukan dengan mudah. Selain menyajikan informasi produk reksadana (prospektus dan fund fact sheet) dengan lengkap, Bibit juga menyediakan grafik perkembangan setiap produk reksadana dari tahun ke tahun.
Fokus pada Investasi Jangka Panjang
Seorang value investor bukan trader yang fokus pada investasi jangka pendek namun jangka panjang.
Tipsnya, hindari gampang tergoda untuk menjual reksadana ketika mengalami kenaikan.
Baca Juga: 3 Tips Sukses Investasi Jangka Panjang agar Tenang di Hari Tua
Sebaliknya, hindari juga cepat panik saat reksa dana sahammu mengalami penurunan. Pasalnya, bila Manajer Investasi dan produk reksadana saham yang kamu pilih terbaik, seiring berjalannya waktu nilainya akan kembali meningkat.
Kamu hanya perlu kesabaran dan konsistensi. Ingat kata Warren Buffet, “Successful investing takes time, discipline, and patience”